Terlepasnya Sang Jiwa

Gambar

Masih dengan lepasnya mengeluarkan tawa. Menikmati tiap serpihan detik yang menghilang begitu saja.

Tidakkah sadar, seratus hari sudah sejak jantung berdentum lebih cepat dari teriakan genderang perang? saat menyadari perubahan perilaku yang tak lagi samar terlihat? Masihkah bisa tertawa saat hanya beberapa saat lagi ragamu melontarkan jiwanya menuju pangkuan Yang Maha Kuasa?

Bodoh. Sudah pasti tak menyadari. Hanya aku dan Tuanku yang tahu kapan waktu mati akan terjadi. Terlahir sebagai mahluk sombong dengan sejuta ketidaktahuan? Pastilah tak bisa menebak.

Merasa kesal melihat tawa yang terus meluncur, kudekati. Tak perlu mendramatisir. Lebih baik segera kulakukan. Masih banyak tugas yang harus kukerjakan. Lagipula, memang sudah waktunya, bukan?

Langsung menggigil bagai beruang tak berbulu ditengah salju. Menggigit bibir dan merintih, saat sejumput nyawa kutarik. Sedikit menggelepar. Wanita jalang disamping pun tak peduli. Terus asyik dengan cairan bening yang mulai menghilangkan kesadaran, menguasai sel, dan mulai mengendalikan syarafnya.

Menjerit saat genggaman jiwa sebatas leher kutarik. Mudah juga. Apa ini akibat sianida yang sengaja dileburkan pria di depan kedalam vodka yang sebelumnya ditenggak?

Menggelepar begitu gumpalan jiwa sebatas jantung berhasil kutarik. Menarik perhatian. Orang-orang mulai menyemut. Pria tadi, entah kemana. Fuck. Berhentilah bersuara, tidakkah tahu aku sedang berkonsentrasi? Jantung adalah bagian tersulit. Berhenti menggerakkan lenganmu!

Masih berontak? lebih baik kuselesaikan saja!

Kutarik paksa gumpalan roh yang tinggal tersangkut sebatas perut. Terjatuh, dengan mata mendelik dan kaki berlutut sebelum akhirnya terkelungkup dengan teriakan panik yang mulai menyambut.

Menjadi pusat perhatian? Jelas. Seketika, musik berhenti. Lampu-lampu menyala. Berinisiatif memberi bantuan kehidupan? Sudah pasti gagal.

Kukulum senyum, dan berbalik pergi seraya mengayun-ayun roh di genggaman. Terlepasnya sang jiwa yang berlangsung dengan indah. Persetan dengan keributan yang terjadi. Tidak ada yang melihatku, bukan?

5 thoughts on “Terlepasnya Sang Jiwa

  1. Saeng-ahhhh!!! *tereak2 gajelas*
    Prosamu ini serem banget, aku kira ini nyeritain peramal, tapi kayanya malaikat pencabut nyawa? Bener ga sih??
    Ah, karena diriku terlalu bodoh untuk memahami prosa jadi ya kurang peka.
    Imagemu mendadak berubah di mataku. Kamu yang lagi curhat di blog keliatanny unyu-munyu-pahala mulu-gada dosa, pas bikin prosa dgn tema ini.. kamu langsung jd gahar >,<
    Keren bgt! Bahasany tetep ya, psycho..
    Oh iya, kan itu ada kata 'fuck' ya?? Menurutku itu ga penting, deh..
    Selain itu, itu juga kata kotor. Pendapatku aja, sih.. Hwehehe..

    • kyah! Bener itu tentang pencabut nyawa… bener! ^^/

      Soal perubahan imej, unn bisa liat di tulisan2 saia sebelumnya… 😐

      soal kata f*ck itu, maaf kalo ngeganggu kenyamanan. akan saya ganti ketidaknyamanan unnie di prosa berikutnya… 🙂

  2. Classie.. Kamu tulisannya selalu unyu.. Btw km pasti tau kan siapa aku.. Kekeke.. Eh..kamu kok bisa ya nulis sebagus ini? Aku pengen loh kayak kamu.. Lope banyak..

  3. Classie.. Kamu tulisannya selalu unyu.. Btw km pasti tau kan siapa aku.. Kekeke.. Eh..kamu kok bisa ya nulis sebagus ini? Aku pengen loh kayak kamu.. Saya suka saya suka..

Leave a reply to classievip21 Cancel reply