Perkara Waktu

Sunsky-Fic

Title: Perkara Waktu | Author: Classievip21 | Rating: PG-13 |

Genre: Romance, Comfort | Length: Oneshot |

Cast: Lee Chaerin, Dong Youngbae

Warning: Diksi yang asdfghjkl

***

Punyakah kamu sebuah dunia tertutup, dunia yang benar-benar rahasia

Yang hanya diisi oleh orang yang kamu sukai dan dirimu sendiri?

Aku punya, dan itu indah sekali

Dunia itu, bukan dunia mimpi atau dunia khayal

Dunia itu nyata dan benar adanya

Hanya diisi oleh aku dan orang yang kusukai

Dunia paling indah, yang penuh kenangan  

.

.

.

***

February 24, 2006

“Good Morning, honey.” Sapa appa sambil melipat korannya, begitu melihatku masuk ke ruang keluarga.

“Morning, appa.” Balasku sambil mengambil posisi duduk disampingnya.

“Hari ini sudah mulai libur musim panas, ya?” tanya appa lagi, aku hanya mengangguk.

“Mau pergi ke mana liburan kali ini?” tanya appa lagi. Aku hanya menggeleng.

“Loh, kamu bosan berpergian, ya?”

Aku menggeleng lagi. Appa menatapku dengan tatapan heran.

“Aku nggak mau kemana-mana kali ini, appa.” Balasku singkat.

“Loh, kenapa?”

“Ada hal yang lebih asyik ketimbang berlibur ke tempat wisata, appa.” Jawabku singkat, sebelum meninggalkan ruang tamu menuju kamarku.

Begitulah, aku bukannya marah pada appa, tapi memang aku tidak mau pergi ke mana pun kali ini. Aku ingin menghabiskan waktu bersama teman sepermainanku, Youngbae. Biasanya, appa selalu melarangku bermain, supaya aku bisa lebih berkonsentrasi belajar. Tapi, untuk apa terus-terusan belajar jika libur panjang sudah berada di depan mata?

Aku sudah tidak sabar untuk bermain ke luar, pasti menyenangkan rasanya bermain bersama Youngbae. Apalagi, katanya ia menemukan sebuah tempat bermain yang menyenangkan, dan sudah pasti. Rahasia.

 

***

“Chaerin!” Seru sebuah suara yang sudah kuhapal betul siapa pemiliknya. Aku bergegas membuka jendela kamarku dan menengok ke bawah. Kulihat Youngbae melambai lambai ke arahku.

“Jadi main, Chae?” Tanya Youngbae.

“Jadi, tunggu aku, Bae!” Sahutku seraya menutup jendela dan turun ke bawah.

“Chae, mau kemana?” Tanya appa yang heran melihat jalanku yang begitu cepat.

“Bermain.” Jawabku singkat, seraya menyambar botol dan mengisinya dengan air minum.

“Bersama anak laki laki mohawk itu?”

“Yep. Aku pergi dulu, annyeong.” Ucapku seraya membuka pintu dan langsung menyambar sepedaku. Dari sudut mataku, aku bisa melihat appa yang geleng-geleng melihat kelakuanku.

“Mianhae, Bae. Lama menunggu?” Tanyaku seraya menuntun sepedaku keluar pagar. Youngbae menggeleng.

“Nggak sama sekali, ayo!” Balas Youngbae seraya mengayuh sepedanya.

 

***

 

“Jadi, ini tempatnya?” Tanyaku pada Youngbae, sambil memandangi rerimbunan hutan di depan kami.

“Yup. Kelihatannya mengerikan, ya?” Balas Youngbae sambil mengeluarkan botol minumnya.

“Hmm, sedikit.”

Youngbae tertawa, lalu meneguk minumnya. Sementara aku masih melihat sekelilingku.

“Bae..”

“Hmm?”

“Kita mau main di tempat seperti ini?”

“Nggak, karena tempat yang aku ceritakan bukan di sini.”

“Lalu, dimana?”

“Di balik hutan ini. Ayo Chae, sebaiknya kamu hati-hati, supaya ban sepedamu tidak tertusuk duri.” Youngbae mengayuh sepedanya lagi setelah memasukkan botol minumnya.

Youngbae terus mengayuh sepedanya di depan, sementara aku terus mengikutinya di belakang. Perjalanan melewati hutan ini, tidak bisa dikatakan mudah. Karena jalanan yang kami lewati tertutup lumpur kering yang retak di sana-sini. Bukan sekali Youngbae dan aku harus berjalan menuntun sepeda jika tidak ingin terperosok ke dalam kubangan lumpur.

“Nah, sedikit lagi sampai.” Ucap Youngbae seraya mempercepat kayuhan sepedanya, sebelum akhirnya keluar dari hutan, dan menuruni bukit curam dengan kecepatan tinggi.

“Rem sepedamu kuat-kuat, Chae!” Serunya, sebelum kemudian berteriak kegirangan.

“Aaaah!” Seruku saat melihat sebongkah batu besarsepuluh meter di depanku. Aku segera mengerem, dan membelokkan sepedaku. Sialan, bagaimana bisa ada batu sebesar anjing herder di bukit seperti ini?

Akhirnya, bukit curam itu berhasil kulewati. Dan sekarang, aku tiba di tempat yang benar-benar indah, sebuah padang rumput yang luas, rumputnya panjang-panjang dan halus sekali. Di sela-selanya, tumbuh rumpun-rumpun dandelion yang berayun ditiup angin. Sebuah sungai berair jernih mengalir melewati bukit kecil yang di puncaknya tumbuh sebuah pohon berukuran besar. Dan tak jauh dari pohon itu, tumbuh rumpunan mawar merah yang bermekaran.

Dan yang paling menakjubkan, coba tengok ke atas, langitnya berwarna ungu! Ah, bukan… ungu tua, lavender… ah, tidak, violet. Awan-awan nyaris transparan berarak-arak mengangkasa, bergerak perlahan-lahan mengikuti pergerakan angin.

Dan kulihat Youngbae sedang duduk di puncak bukit, lebih tepatnya di bawah pohon. Kelihatannya, ia sedang memegang sesuatu. Aku tidak tahu apa, mungkin itu botol minum.

“Bae!” Seruku seraya melambaikan tangan. Youngbae menaruh benda itu, lalu membalas lambaianku, tangannya mengayun-ayun memanggil.

“Chae! Cepat kemari!” Serunya. Aku mempercepat laju sepedaku, menaiki bukit itu hingga sampai ke puncaknya, dan menghentikan sepedaku tepat di samping sepedanya. Benda yang tadi dipegang Youngbae, sudah tidak ada. Dan sekarang, ia sedang bermain dengan beberapa ekor tupai gembul.

“Kau menghilang hanya untuk main dengan kawanan tupai itu, Bae?” Tanyaku seraya duduk di sampingnya. Youngbae hanya tersenyum.

“Nggak juga,” Youngbae menggendong seekor tupai yang paling mungil, dan memberikannya padaku, “Biar kamu bisa lebih lama mengagumi keindahan tempat ini.”

Aku tersenyum, lalu memandang tupai yang tengah bermain-main dengan jemariku. Dan baru kusadari, tupai ini berbulu biru. Dan matanya indah sekali. sewarna dengan karamel.

Aku menggerakkan tanganku, mengelusnya sedikit. Ia mencicit kecil, dan aku pun tertawa.

“Baru kurang dari tiga puluh menit aku berada di sini. Dan aku langsung sadar, semua yang ada di sini sangat keren.” Ucapku sambil menurunkan tupai kecil itu.

“Kamu suka tempat ini, Chae?”

Aku mengangguk, “Tempat ini luar biasa. Bagaimana caramu menemukannya?”

“Itu rahasia.”

Aku mendengus. Youngbae memang seperti itu, begitu misterius, dan lebih suka memendam sesuatu daripada mengutarakannya. Bagiku, kehadirannya bagaikan matahari, lebih tepatnya matahari pada musim gugur di pertengahan september. Hangat, samar, namun tenang. Sesederhana itu.

“Chae?”

Aku menoleh, dan berikutnya, kulihat Youngbae mengulurkan sesuatu padaku. Sebuah rangkaian bunga liar yang dibentuk menjadi sebuah hiasan kepala berbentuk semacam mahkota, yang menurutku indah sekali.

“Buatku?” tanyaku bodoh, sambil menunjuk diri sendiri. Youngbae mengangguk.

“Eh, goma…” kalimatku terputus, ketika Youngbae memakaikan hiasan itu di puncak kepalaku.

“Selesai. Neomu yeppeundae,” ucapnya seraya menyibak beberapa helai rambutku, dan menyelipkannya di belakang telinga.

Setelah kawanan tupai gembil berbulu biru, sekarang muncul beberapa ekor kelinci berbulu pink menghampiri kami. Youngbae menggendong salah satu dari mereka, dan menimang-nimangnya.

Ah, satu lagi sifatnya yang kusuka. Ia sangat penyayang. Dan diam-diam, aku menyukainya.

Oh tidak. Lebih tepatnya lagi, mencintainya.

Tiba tiba saja, seekor kelinci langsung naik ke pangkuanku dan tertidur. Melihat wajahku yang terkejut, Youngbae tertawa.

“Tempat ini, penuh keajaiban, Chae. Seperti dirimu.” Ucapnya seraya mengelus rambutku.

“Eh?”

“Bagiku, kamu adalah sebuah keajaiban,”

Aku mengelus kelinci itu seraya tersenyum pahit, “Keajaiban cuma  ada di film dan drama, Bae. Hidup ini bukan drama, dan aku sendiri… merasa tidak pantas disebut keajaiban.”

“Siapa bilang? Hidup kita adalah sebuah drama, takdir kita skenarionya, dan Tuhan adalah sutradara kita. Jadi… apa aku salah menyebutmu sebagai keajaiban?”

Tiba-tiba, kelinci di pangkuanku terbangun, dan langsung meloncat.

“Tapi, aku nggak..”

“Nggak cinta sama diri sendiri, hm?”

“Bisa dibilang begitu. Aku nggak pintar, nggak kaya, aku juga nggak cantik….”

“Jadi… aku salah menyukai orang, ya…”

“Eh?” Seketika, jantungku berdebar.

“Yup,” Youngbae tersenyum masam sebelum melanjutkan kata-katanya, “Aku menyukai seseorang yang menurutku sempurna. Dan bagiku, dia adalah sebuah keajaiban.”

Aku menggigit bibirku pelan, aku tahu maksudnya. Ia menyindirku.

“Tapi, sayang. Dia nggak menganggap dirinya sendiri sempurna. Dia nggak mencintai dirinya sendiri.”

“Bu, bukan begitu, bae…” tukasku. Youngbae tak menjawab.

“Tapi, aku akan tetap menyukainya, sampai kapan pun.”

.

.

.

Dunia ini mengasyikkan, bukan?

Bukan hanya untuk bermain dan menjauhkan diri dari dunia

Tempat ini juga menjadi saksi bisu

Dari kisahku dan Youngbae

Kisah dari sepasang insan

Yang saling membagi hati,

Yang saling mengasihi diam-diam

.

.

.

“Karena orang yang kusukai itu, adalah kamu. Lee Chaerin.”

Kalimat terakhirnya, membuatku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Youngbae? Menyukaiku? Tuhan memang adil, perasaanku berbalas. Namun, detik berikutnya aku merasa bodoh, sangat bodoh.

Aku tidak menghargai perasaan Youngbae, apa setelah ini ia akan langsung membenciku?

“Chae?” Panggil Youngbae.

“E… eh?” Jawabku tergagap.

“Mianhae, nggak seharusnya aku berkata begitu.”

“Maksudmu, Bae?”

“Ah, lupain. Aku nggak mau perkataanku barusan merusak acara kita.”

Aku terdiam, dan seketika, memori otakku memutar apa yang Youngbae katakan sepanjang hari ini tanpa henti.

“Bae..,” Panggilku dengan suara serak.

“Ne?” Balas Youngbae. Aku tidak menemukan nada kemarahan ataupun emosi negatif lainnya. Nada bicaranya masih sama seperti biasa.

“Mianhae,” ucapku singkat.

“Untuk?”

“Maafkan aku, tidak menghargai perasaanmu.”

Youngbae tertawa kecil, “Harusnya aku yang minta maaf, Chae. Dan kayaknya, aku harus mengubur perasaanku dalam-dalam….”

“Siapa bilang?” Sanggahku. Youngbae memasang ekspresi bingung.

“Aku juga jatuh cinta… pada laki laki yang memberiku ini,” Kulepas hiasan kepala yang diberikan Youngbae tadi, dan menggenggamnya kuat-kuat. Tak peduli pada akar-akaran berduri yang menggores kulitku, dan mengacuhkan tetes-demi tetes darah yang mulai keluar.

“Are you serious?” tanya Youngbae. Aku memasang senyum, dan mengangguk mantap.

“Memangnya aku pernah berbohong padamu?”

“Kukira ini hanya lelucon,” Youngbae tertawa.

Aku ikut tertawa. Namun, ada yang masih mengganjal pikiranku.

“Bae,” panggilku lirih.

“Hmmm?”

“Kita saling mencintai, kan? Kenapa tidak berpacaran saja?”

Youngbae tergelak, “Kalau tidak, memang kenapa?”

“Aku tahu, cinta memang tidak harus saling memiliki. Tapi, kenapa kita tidak berpacaran?”

“Sebegitu inginnyakah kamu, Chae?”

Sekarang giliranku yang tertawa.

“Bukan berarti aku nggak cinta sama kamu, Chae. Aku hanya sedang menunggu waktu yang tepat.”

“Kapan?”

“26 Februari. Hari ulang tahunmu.”

Aku tersipu, Youngbae memang penuh kejutan.

“26 Februari? Kamu janji?”

“Yep.” Jawab Youngbae seraya mengulurkan jari kelingkingnya, “Aku akan memilikimu seutuhnya, pada tanggal tersebut.”

“Kutunggu, Bae.”

“Eh, itu kenapa?” tanya Youngbae melihat telapak tanganku yang berdarah-darah.

“Ini…. Tertusuk duri.” Jawabku per;ahan sambil menahan sakit. Jujur saja, rasanya perih. Youngbae menggenggam kedua tanganku, lalu ganti menatap mataku.

“Apa rasanya sakit?” Aku mengangguk.

Dan apa yang dilakukan Youngbae berikutnya, membuatku terkejut. Ia mengecup bekas lukaku, menjilat dan menyesapnya dalam-dalam, seperti orang yang sedang melakukan kissing.

“Nah, sekarang sudah tidak sakit lagi, kan?” tanyanya lembut. Aku tak bisa berkata-kata lagi.

.

.

.

Tapi, hari yang dijanjikan Youngbae tak pernah datang

Karena, setelah mengucapkan selamat tinggal dan pulang ke rumah masing-masing,

Appa memberitahuku sebuah keputusan, yang mengubah segalanya

Kami sekeluarga harus pindah ke Jepang esok hari

Itu berarti, anggal 25 Februari.

Itu artinya, sehari belum hari ulang tahunku

Petaka bagiku, janji Youngbae tidak akan bisa ditepati

Ia tidak akan bisa mengucapkan Selamat Ulang Tahun padaku

Kami tidak bisa menjadi sepasang kekasih

Dan lebih buruk lagi,

Aku takut, tidak bisa bertemu dengannya lagi.

.

.

.

Kutatap hiasan kepala pemberian Youngbae yang kuletakkan di atas meja belajar, lalu ganti menatap tanganku yang tadi dikecupnya. Tangisku berlanjut.

Bae, apakah kita bisa bertemu lagi?

 

***

February 25, 2014. 23.50

“Masih saja menyimpan buku harianmu, Chae?” Sebuah suara mengagetkanku, kututup buku yang sedari tadi kubaca, lalu dapat kurasakan seseorang mendekapku.

Kukulum senyum malu, aku ketahuan lagi. Yang kubaca barusan, adalah buku harian yang sudah kumiliki sejak aku berusia 16 tahun. Dan sekarang, usiaku sudah 24 tahun berarti sudah lama sekali, namun tiap detil kejadian yang kutulis di dalam buku harian ini masih tetap kuingat.

“Masih tidak percaya ini semua terjadi, ya?” ucapnya lagi, lalu mencium tengkukku.

“Awalnya tidak, beribu kalipun kamu meyakinkanku, aku juga tidak akan percaya.”

“Lalu, kamu menganggap hantu, hm?” Ia mengambil tempat di sampingku, lalu duduk.

“Tentu saja tidak, hubbie…” jawabku sambil menyandarkan kepalaku di pundaknya.

“……”

“Kenapa diam, sayang?” tanyaku seraya mencolek hidung bangirnya.

“Hanya sedang memikirkan sesuatu, honey.” Jawabnya.

“Apa itu?”

“Sudah berapa lama kita tidak bertemu?”

“Kurang lebih, delapan tahun.” Jawabku, lalu menghirup aroma madu yang keluar dari tubuhnya dalam-dalam.

“Selama itukah kita berpisah?”

“Hmm, iya.”

“Ingat janjiku waktu itu?” tanyanya lagi sambil mengelus kepalaku pelan.

“Masih kok,” jawabku sambil memeluk bantalku erat-erat.

“Mianhae,” Ucapnya kemudian seraya mengecup keningku.

“Untuk apa?” Tanyaku bingung.

“Untukku yang terlalu bodoh, karena mengulur waktu.”

Aku tergelak, “Nggak usah dipikirkan, sayang. Yang penting kita sudah bersama lagi, kan?”

Ia tersenyum, lalu berkata, “Kesalahanku bukan hanya disitu, honey.”

“Memangnya apa lagi?”

“Aku belum mengucapkan selamat ulang tahun buat kamu, kan?”

“Eh?”

Bahkan, aku sendiri melupakan hari ulang tahunku.

“Saengil chukkhahamnida, Dong Chaerin. Terima kasih telah hadir dalam hidupku, saranghae.” ucapnya.

Dan lebih bodohnya lagi, aku lupa kalau sekarang sudah tanggal 26 Februari.

“Bae….,” panggilku lirih. Melihat air mataku yang menetes, Youngbae segera menyekanya.

“Ne?”

“Terima kasih juga, Bae..”

“Maafkan aku, membuat kamu menunggu sampai selama itu, Chae.”

“Tidak apa-apa, Bae. Karena ini semua, hanyalah perkara waktu. Na ddo saranghae.”

.

.

.

Agaknya, pepatah memang sedikit bodoh

Mereka mengatakan, ‘tiap ada pertemuan pasti ada perpisahan’

Namun, mereka lupa

Bahwa terkadang ada pertemuan lagi setelah perpisahan

Seperti yang terjadi pada aku dan Youngbae

Awalnya aku takut, kami tidak bisa bertemu lagi

Namun, ketakutanku terjawab

Setelah kami bertemu di sebuah universitas, dan menikah

Saat pertama kali bertemu Youngbae setelah sekian lama, aku sedikit membencinya

Karena ia melewatkan momen ulang tahunku, sebanyak delapan kali

Karena ia juga terlalu lama mengulur waktu

Tapi, belakangan ini, aku tahu

Delapan tahun ini, Youngbae tidak berpindah hati, ia hanya memikirkanku

Youngbae tetaplah Youngbae yang dulu

Youngbae yang telah tumbuh lebih kuat dan dewasa,

Namun, yang masih hidup seperti delapan tahun lalu

Yang masih menatapku dengan tatapan penuh sayangnya

Yang selalu berusaha melindungiku

Ia tidak berubah, ia tetap menjadi matahari musim gugurku

Dan perasaanku padanya, tetap sama seperti delapan tahun lalu

Dan satu lagi yang kutahu,

Bahwa semua ini, hanyalah perkara waktu. 

Haloooo~~~ //lambailambai

Ada yang kangen sama saya? /gak

Akhirnya, saya kambek dengan membawa fanfic request dari salah satu temen di twitter, tapi saya lupa usernamenya… //nyeh

Jadi, sekarang itu hari ulang tahunnya, woohooo saengil chukkaeeee

Fanfic ini hadiah dari saya untuk kamu, panjang umur ya!

-Classievip21

4 thoughts on “Perkara Waktu

  1. saengggg!!!
    aku komen lewat akun fanbase aja yaaa xixixi
    well, aku sukaaaaaa~~~~ kamu pinter dehhhhh. seriously, ide ceritanya oke banget..
    loncat-loncatnya juga pas, kesannya dapet gitu.
    gaya bahasanya… awalnya kurang sreg sih, soalnya udah kesetting di otak, si Chae manggil YB itu oppa. Disini mereka jadi seumuran, ya?
    although sunsky isnt ma favorite one, I really love it!!!!
    biasanya, aku dapet deepfeelingnya kalo baca skydragon/skytempo. tapi ini sumpah ngena bgt di hati akunya hwhw
    apalagi, aku bacanya sambil dgr lagu good to you. *ga nyambung ya
    pokoknya kamu supa dupa hebat deh, akupun gabisa bikin cerita seoke ini hihi
    sedih deh kamu lupa sama aku, tapi yaudah deh gapapa, thanks berat kamu udah mau nyempetin bikin cerita ini untuk akuuuuu~
    terlepas dari gaya bahasa & bbrp typo, overall, you did a epic job, sweetie! ❤

    • Hihi, awalnya pengen begitu, tapi aku rasa lebih baik seumuran deh un.. hehehe
      Awalnya malah aku pengen bikinnya Ririn loh ////gak
      Hihi, makasih. Aku masih belajar kok, unnie. Makasih komennya, makasih reviewnya. Gomawo for reading, saranghaeeee :********

Leave a reply to 2ne1fansclub Cancel reply